Meski Banjir Kritik, Kopdes Merah Putih Diharapkan Putus Rantai Tengkulak

![]() |
Menteri Koperasi dan UKM, Budi Arie Setiadi |
VNN.co.id - Menteri Koperasi dan UKM, Budi Arie Setiadi, menanggapi sejumlah kritik yang diarahkan terhadap pembentukan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih.
Ia menegaskan bahwa program tersebut dirancang untuk memutus rantai distribusi rentenir dan tengkulak yang selama ini membebani masyarakat desa.
Tak hanya itu, Kopdes juga diharapkan dapat memberikan akses yang lebih mudah terhadap permodalan bagi warga desa.
“Koperasi ini bisa memberikan akses masyarakat desa dalam hal permodalan, dalam hal distribusi barang-barang pokok dan sebagainya. Jadi kalau dibilang membuka praktik rente sekarang, segala macam (enggak), nanti prosesnya transparan melalui digital, sistem kalau bisa cashless,” ujarnya usai menghadiri peringatan Hari Koperasi ke-78 di Kantor Koperasi Jakarta, Sabtu (12/7/2025).
Berdasarkan laporan Kompas.com, pemerintah juga berencana melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung untuk memperkuat pengawasan terhadap operasional Kopdes Merah Putih.
“Selain aparat penegak hukum, kami juga mengajak semua masyarakat untuk bisa mengawasinya,” kata Budi Arie.
Meski begitu, peluncuran Kopdes Merah Putih menuai sejumlah kritik dari kalangan ekonom dan pelaku usaha. Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Askar, mengungkapkan bahwa kajian yang dilakukan lembaganya menunjukkan risiko besar terhadap otonomi desa.
Ia menyebut program ini bisa membuka peluang praktik rente dan konflik kepentingan yang berujung pada berkurangnya alokasi dana desa untuk program-program prioritas.
“Pengalihan dana desa ke koperasi berisiko mengurangi alokasi dana untuk program penting desa, menimbulkan kekhawatiran karena dapat menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan pemenuhan kebutuhan mendesak masyarakat desa serta pengolahan Bumdes yang selama ini telah berjalan,” jelasnya dalam pemaparan hasil kajian pada Rabu (4/6/2025).
Senada dengan itu, Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi (AKSES) dan pengamat koperasi, Suroto, menilai bahwa pembentukan Kopdes Merah Putih dilakukan tanpa perencanaan yang matang.
Ia bahkan menyebut bahwa program ini dijalankan oleh pihak-pihak yang belum memahami prinsip koperasi secara menyeluruh.
“Sejak awal Koperasi Desa Merah Putih sudah di-set up secara sembarangan. Bahkan, saya berani katakan, dijalankan oleh orang-orang yang tidak paham apa itu koperasi,” ucapnya.
Sementara itu, Ajib Hamdani selaku Analis Kebijakan Ekonomi dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyampaikan bahwa keberlanjutan Kopdes Merah Putih masih belum jelas, terutama dari sisi pengelolaan dan skema pembiayaannya.
Menurut Ajib, dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, koperasi adalah badan usaha yang anggotanya terdiri dari individu atau badan hukum yang menjalankan usahanya berdasarkan prinsip koperasi dan asas kekeluargaan.
Hal ini, menurutnya, bisa menjadi tantangan jika dikaitkan dengan rencana pembiayaan dari Himpunan Bank Negara (Himbara) yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Prinsip koperasi adalah keanggotaan sukarela, demokrasi, swadaya, dan kesetaraan. Di sisi bank Himbara, perbankan adalah industri keuangan yang highly regulated.
Seluruh aktivitas di sektor perbankan akan diawasi oleh OJK, sesuai dengan Undang-undang Nomor 21 tahun 2011 tentang OJK," katanya dalam siaran pers yang diterima redaksi.***
