INSPIRASI UNTUK PARA ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK. -->
IKLAN PEMDA BEKASI HUT RI 2023 VNNCOID

INSPIRASI UNTUK PARA ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK.

, 11/23/2017 08:21:00 AM
"Goblok kamu ya…” Kata Suamiku sambil melemparkan buku rapor sekolah Doni.
Kulihat suamiku berdiri dr tempat duduknya dan kemudian dia menarik kuping Doni dg keras.
Doni meringis.
Tak berapa lama Suamiku pergi ke kamar dan keluar kembali membawa penepuk nyamuk.
Dengan garang suamiku memukul Doni berkali kali dg penepuk nyamuk itu.
Penepuk nyamuk itu diarahkan ke kaki, kemudian ke punggung dan terus , terus. Doni menangis             "Ampun, ....ayah..ampun ayah..” Katanya dg suara terisak isak. Wajahnya memancarkan rasa takut. Dia tdk  meraung.
Doni tegar dg siksaan itu.
Tapi matanya memandangku.
Dia membutuhkan perlindunganku. Tapi aku tak sanggup karena aku tahu betul sifat suamiku.
“Lihat adik adikmu.
Mereka semua pintar pintar sekolahnya. Mereka rajin belajar.
Ini kamu anak tertua malah malas dan tolol"
Mau jadi apa kamu nanti ?
Mau jadi beban adik adik kamu ya…he “ Kata suamiku dengan suara terengah engah kelelahan memukul Doni.
Suamiku terduduk di kursi..
Matanya kosong memandang kearah Doni dan kemudian melirik kearah ku
“ Kamu ajarin dia.
Aku tdk mau lagi lihat rapor sekolahnya buruk.
"Dengar itu..!!!“
Kata suamiku kepadaku sambil berdiri dan masuk ke kamar tidur.
Kupeluk Doni.
Matanya memudar.
Aku tahu dg nilai rapor buruk dan tdk naik kelas saja dia sudah malu apalagi di maki-maki dan dimarahi didepan adik-adiknya.
Dia malu sebagai anak tertua. Kembali matanya memandangku. Kulihat dia butuh dukunganku. Kupeluk Doni dg erat “Anak bunda, tdk tolol" Anak bunda pintar kok. Besok yang rajin ya belajarnya”
“Doni udah belajar sungguh-sungguh, bunda, Bunda kan lihat sendiri.
Tapi Doni memang engga pintar seperti Ruli dan Rini.
Kenapa ya Bunda?" Wajah lugunya membuatku terenyuh.. Aku menangis “Doni, pintar kok, Doni kan anak ayah. Ayah Doni pintar tentu Doni juga pintar."
“Doni bukan anak ayah." Katanya dg mata tertunduk.. "Doni telah mengecewakan Ayah, ya bunda “
Malamnya , adiknya Ruli yg sekamar dgnya membangunkan kami krn ketakutan melihat Doni mengigau terus.
Aku dan suamiku berhamburan kekamar Doni.
Kurasakan badannya panas.
Kupeluk Doni dg sekuat jiwaku utk menenangkannya
Matanya melotot kearah kosong. Kurasakan badannya panas.
Segera kukompres kepalanya dan suamiku segera menghubungi dokter keluarga.
Doni tak lepas dari pelukanku. "Anak bunda, buah hati bunda, kenapa sayang. Ini bunda,..” Kataku sambil terus membelai kepalanya.
Tak berapa lama matanya mulai redup dan terkulai.
Dia mulai sadar. Doni membalas pelukanku. "Bunda, temani Doni tidur ya." Katanya sayup sayup.
Suamiku hanya menghela nafas. Aku tahu suamiku merasa bersalah karena kejadian siang tadi.
Doni adalah putra tertua kami.
Dia lahir memang ketika keadaan keluarga kami sadang sulit.
Suamiku ketika itu msh kuliah dan bekerja serabutan utk membiayai kuliah dan rumah tangga.
Ketika itulah aku hamil Doni.
Mungkin krn kurang gizi selama kehamilan tdk membuat janinku tumbuh dg sempurna. Kemudian, "ketika Doni lahir kehidupan kami msh sangat sederhana. Masa balita Doni pun tdk sebaik anak" lain.
Diapun kurang gizi.
Tapi ketika usianya dua tahun, kehidupan kami mulai membaik seiring usainya kuliah suamiku dan mendapatkan karir yg bagus di BUMN.
Setelah itu aku kembali hamil dan Ruli lahir, juga laki-laki dan dua thn stlah itu Rini lahir, adik perempuannya.
Kedua putra putriku yg lahir setelah Doni mendapatkan lingkungan yg baik dan gizi yg baik pula.
Makanya mrk disekolah pintar-pintar.
Makanya aku tahu betul bahwa kemajuan generasi ditentukan oleh ketersediaan gizi yg cukup dan lingkungan yg baik.
Tapi keadaan ini tdk pernah mau diterima oleh Suamiku.
Dia punya standard yg tinggi terhadap anak2nya. Dia ingin semua anaknya seperti dia. Pintar dan cerdas.
“Masalah Doni bukannya dia tolol, Tapi dia malas. Itu saja." Kata suamiku berkali-kali.
Seakan dia ingin menepis tesis tentang ketersediaan gizi sebagai pendukung anak jadi cerdas.
"Aku ini dari keluarga miskin, Manapula aku ada gizi cukup.
Mana pula orang tuaku ngerti soal gizi. Tapi nyatanya aku berhasil."
Aku tak bisa berkata banyak utk mempertahankan tesisku itu.
Seminggu setelah itu, suamiku memutuskan utk mengirim Doni kepesantren. AKu tersentak.?!!!!??
"Apa alasan Mas mengirim Doni ke Pondok Pesantren"
“Biar dia bisa dididik dg benar”
"Apakah dirumah dia tdk mendapatkan itu”
“Ini sdh keputusanku, Titik.
"Tapi kenapa , Mas ?" AKu berusaha ingin tahu alasan dibalik itu.
Suamiku hanya diam.
Aku tahu alasannya.
Dia tdk ingin ada pengaruh buruk kpd kedua putra putri kami.
Dia malu dg tdk naik kelasnya Doni.
Suamiku ingin memisahkan Doni dari adik adiknya agar jelas mana yg bisa diandalkannya dan mana yg hrs dibuangnya.
Mungkinkah itu alasannya. Bagaimanapun , bagiku Doni akan tetap putraku, dan aku akan selalu ada untuknya. Aku tak berdaya,
Suamiku terlalu pintar bila diajak berdebat.
Ketika Doni mengetahui dia akan dikirim ke Pondok Pesantren, dia memandangku.
Dia nampak bingung.
Dia terlalu dekat denganku dan tak ingin berpisah dariku.
Dia peluk aku “Doni enggak mau jauh jauh dari bunda” Katanya.
Tapi seketika itu juga suamiku membentaknya “Kamu ini laki laki. TIdak boleh cengeng.
Tidak boleh hidup dibawah ketiak ibumu. Ngerti. ...!!!!
Kamu hrs ikut kata Ayah.
"Besok Ayah akan urus kepindahan kamu ke Pondok Pesantren."
Setelah Doni berada di Pondok Pesantren setiap hari aku merindukan buah hatiku.
Tapi suamiku nampak tidak peduli. “Kamu tdk boleh mengunjunginya di pondok. Dia harus diajarkan mandiri.
Tunggu saja kalau liburan dia akan pulang." Kata suamiku tegas seakan membaca kerinduanku utk  mengunjungi Doni.
Tak terasa Doni kini sdh kelas 3 Madrasah Aliyah atau setingkat SMU. Ruli kelas 1 SMU dan Rini kelas 2 SLP.
Suamiku tdk pernah bertanya soal Raport sekolahnya.
Tapi aku tahu raport sekolahnya tak begitu bagus tapi juga tidak begitu buruk.
Bila liburan Doni pulang kerumah, Doni lebih banyak diam.
Dia makan tak pernah berlebihan dan tak pernah bersuara selagi makan sementara adiknya bercerita banyak soal disekolah dan suamiku menanggapi dg tangkas utk mencerahkan.
Walau dia satu kamar dg adiknya namun kamar itu selalu dibersihkannya setelah bangun tidur. Tengah malam dia bangun dan sholat tahajud dan berzikir sampai sholat subuh.
Ku perhatikan tahun demi tahun perubahan Doni setelah mondok.
Dia berubah dan berbeda dg adik2nya.
Dia sangat mandiri dan hemat berbicara.
Setiap hendak pergi keluar rumah,
dia selalu mencium tanganku dan setelah itu memelukku.
Beda sekali dg adik2nya yg serba cuek dg gaya hidup modern didikan suamiku.
Setamat Madrasah Aliyah, Doni kembali tinggal dirumah.
Suamiku tdk menyuruhnya melanjutkan ke Universitas.
Nilai rapor dan kemampuannya tak bs masuk universitas.
Sudahlah.
Aku tdk bs mikir soal masa dpn dia. Kalau dipaksa juga msk universitas akan menambah beban mentalnya.
Demikian alasan suamiku.
Aku dpt memaklumi itu.
Namun suamiku tak pernah berpikir apa yg hrs diperbuat Doni setelah lulus dr pondok.                                       Donipun tdk pernah bertanya.
Dia hanya menanti dg sabar.
Selama setahun setelah Doni tamat dr mondok, waktunya lbh banyak di habiskan di Masjid. Dia terpilih sbgai Ketua Remaja Islam Masjid. Doni tdk memilih Masjid yg berada di komplek kami tapi dia memilih masjid diperkampungan yg berada dibelakang komplek. Mungkin karena inilah suamiku semakin kesal dg Doni krn dia bergaul dg orang kebanyakan.
Suamiku sangat menjaga reputasinya dan tak ingin sedikitpun tercemar. Mungkin krn dia malu dg cemoohan dr tetangga maka dia kadang marah tanpa alasan yg jelas kepada Doni.
Tapi Doni tetap diam.
Tak sedikitpun dia membela diri.
Suatu hari yg tak pernah kulupakan adalah ketika polisi datang kerumahku. Polisi mencurigai Doni dan teman2nya mencuri di rumah yg ada di komplek kami.
Aku tersentak. Benarkah itu ?
Doni sujud dikaki ku sambil berkata "Doni tdk mencuri Bunda.
TIdak, Bunda percayakan dg Doni.
Kami memang sering menghabiskan malam di masjid tp tdk pernah keluar utk mencuri.”
Aku meraung ketika Doni dibawa ke kantor polisi.
Suamiku dg segala daya dan upaya membela Doni.
Alhamdulilah Doni dan teman-temannya terbebaskan dr tuntutan itu. Karena memang tdk ada bukti sama sekali.
Mungkin ini akibat kekesalan penghuni komplek oleh ulah Doni dan kawan kawan yg selalu berzikir dimalam hari dan menggangu ketenangan tidur.
Tapi akibat kejadian itu, suamiku mengusir Doni dari rumah.
Doni tdk protes.
Dia hanya diam dan menerima keputusan itu.
Sebelum pergi dia rangkul aku, Bunda , Maafkanku.
Doni blm bs berbuat apapun utk membahagiakan bunda dan Ayah.
Maafkan Doni, Pesannya.
Diapun memandang adiknya satu satu. Dia peluk mrk satu persatu.
Jaga bunda ya.
Mulailah sholat dan jgn tinggalkan sholat. Kalian sdh besar, demikian pesan Doni.
Suamiku nampak tegar dg sikapnya utk mengusir Doni dari rumah.
"Mas, Dimana Doni akan tinggal." Kataku dg batas kekuatan terakhirku membela Doni.
"Itu bukan urusanku. Dia sudah dewasa. Dia harus belajar bertanggung jwb dg hidupnya sendiri."
***
Tak terasa sudah enam tahun Doni pergi dari Rumah.
Setiap bulan dia selalu mengirim surat kepadaku.
Dari suratnya kutahu Doni berpindah pindah kota.
Pernah di Bandung, Jakarta, Surabaya dan tiga tahun lalu dia berangkat ke Luar negeri.
Bila membayangkan masa kanak kanaknya kadang aku menangis.
Aku merindukan putra sulungku. Setiap hari kami menikmati fasilitas hidup yg berkecukupan.
Ruli kuliah dg kendaraan bagus dan ATM yg berisi penuh.
Rinipun sama.
Karir suamiku semakin tinggi. Lingkungan sosial kami semakin berkelas.
Tapi, satu putra kami pergi dari kami. Entah bagaimana kehidupannya. Apakah dia lapar.
Apakah dia kebasahan ketika hujan karena tdk ada tempat bernaung. Namun dari surat Doni , aku tahu dia baik baik saja.
Dia selalu menitipkan pesan kepada kami, “Jangan tinggalkan sholat.
Dekatlah kepada Allah maka Allah akan menjaga kita siang dan malam."
***
Prahara datang kepada keluarga kami. Suamiku tersangkut kasus Korupsi.
Selama proses pemeriksaan itu suamiku tdk dibenarkan msk kantor. Dia dinonaktifkan.
Selama proses itupula suamiku nampak murung.
Kesehatannya mulai terganggu. Suamiku mengidap hipertensi.
Dan puncaknya , adalah ketika Polisi menjemput suamiku di rumah. Suamiku terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
Rumah dan semua harta yg selama ini dikumpulkan disita oleh negara. Media massa memberitakan itu setiap hari.
Reputasi yg selalu dijaga oleh suamiku selama ini ternyata dg mudah hancur berkeping keping. Harta yg dikumpul, sirna seketika. Kami sekeluarga menjadi pesakitan. Ruli malas utk terus kuliah krn malu dg teman temannya.
Rini juga sama yg tak ingin terus kuliah.
Kini suamiku dipenjara dan anak anak jadi bebanku dirumah kontrakan.
Ya walau mereka sudah dewasa namun mereka menjadi bebanku. Mereka tak mampu utk menolongku.
Baru kutahu bahwa selama ini kemanjaan yg diberikan oleh suamiku telah membuat mrk lemah utk survival dg segala kekurangan.
Maka jadilah mrk bebanku ditengah prahara kehidupan kami.
Pada saat inilah aku sangat merindukan putra sulungku.
Ditengah aku sangat merindukan itulah aku melihat sosok pria gagah berdiri didepan pintu rumah.
Doniku ada didepanku dg senyuman khasnya.
Dia menghambur kedalam pelukanku. “Maafkan aku bunda, Aku baru sempat datang sekarang sejak aku mendapat surat dari bunda tentang keadaan ayah." katanya.
Dari wajahnya kutahu dia sangat merindukanku.
Rini dan Ruli juga segera memeluk Doni.
Mereka juga merindukan kakaknya. Hari itu, kami berempat saling berpelukan utk meyakinkan kami akan selalu bersama sama.
Kehadiran Doni dirumah telah membuat suasana menjadi lain. Dengan bekal tabungannya selama bekerja diluar negeri, Doni membuka usaha percetakan dan reklame.
Aku tahu betul sedari kecil dia suka sekali menggambar namun hobi ini selalu di cemoohkan oleh ayahnya. Doni mengambil alih peran ayahnya utk melindungi kami.
Tak lbh setahun setelah itu, Ruli kembali kuliah dan tak pernah meninggalkan sholat dan juga Rini. Setiap maghrib dan subuh Doni menjadi imam kami sholat berjamaah dirumah.
Seusai sholat berjamaah Doni tak lupa duduk bersila dihadapan kami dan berbicara dg bahasa yg sangat halus, beda sekali dg gaya ayahnya.
"Manusia tdk dituntut utk terhormat dihadapan manusia tp dihadapan Allah.  Harta dunia, pangkat dan jabatan tdk bs dijadikan tolok ukur kehormatan. Kita hrs berjalan dg cara yg benar dan itulah kunci meraih kebahagiaan dunia maupun akhirat.  Itulah yg hrs kita perjuangkan dlm hidup agar mendapatkan kemuliaan disisi Allah. Dekatlah kpd Allah maka Allah akan menjaga kita.  Apakah ada yg lbh hebat menjaga kita didunia ini dibandingkan dg Allah ?"
"Apa yg menimpa keluarga kita sekarang bukanlan azab dari Allah
Ini krn Allah cinta kpd Ayah. Allah cinta kpd kita semua krn kita semua punya peran hingga membuat ayah terpuruk dlm perbuatan dosa sebagai koruptor. Allah sdg berdialog dg kita tentang sabar dan ikhlas, tentang hakikat kehidupan, tentang hakikat kehormatan.
Kita hrs mengambil hikmah dari ini semua utk kembali kpd Allah dlm sesal dan taubat.
Agar bila besok ajal menjemput kita, tak ada lagi yg hrs disesalkan, Karna kita sdh sangat siap utk plg keharibaan Allah dg bersih."
Seusai Doni berbicara , aku selalu menangis.
Doni yg tdk pintar sekolah, tapi Allah mengajarinya utk mengetahui rahasia terdalam tentang kehidupan dan dia mendapatkan itu utk menjadi pelindung kami dan menuntun kami dlm taubah.
Ini jugalah yg mempengaruhi sikap suamiku dipenjara.
Kesehatannya membaik.
Darah tingginya tak lagi sering naik. Dia ikhlas dan sabar , dan tentu karena dia semakin dekat kpd  Allah.
Tak pernah tinggal sholat sekalipun. Zikir dan linangan air mata sesal akan dosanya telah membuat jiwanya tentram. Mahasuci Allah..
Sahabatku terdpt beberapa pesan moral dlm cerita ini, antara lain :
1).Jangan memaksakan kemampuan anak
2).Jangan merendahkan kemampuan anak
3).Kesuksesan bukan hanya diukur dr kemampuan akademik/nilai raport
4).Anak yg kelihatannya "terbelakang" blm tentu gagal
5). Kasih sayang yg kita berikan kpd semua anak harus adil sesuai dng porsinya
6).Jangan hanya memikirikan uang yg banyak ttpi tdk halal..
Semoga bermanfaat buat sahabat semua dan Allah jadikan kita semua dan keluarga kita menjadi hamba yg di rahmati, di Ridhoi, di Berkahi jg di bebaskan dari siksa api neraka.                                              Aamiin...
Dari Hamba Allah Yang HINA  

TerPopuler

close